Rabu, 13 Februari 2013

ALAT TANGKAP TRAWL

ALAT TANGKAP TRAWL

1.      Definisi Alat Tangkap
Kata “ trawl “ berasal dari bahasa prancis “ troler “ dari kata “ trailing “ adalah dalam bahasa inggris, mempunyai arti yang bersamaan, dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan kata “tarik “ ataupun “mengelilingi seraya menarik “. Ada yang menterjemahkan “trawl” dengan “jaring tarik” , tapi karena hampir semua jarring dalam operasinya mengalami perlakuan tarik ataupun ditarik , maka selama belum ada ketentuan resmi mengenai peristilahan dari yang berwenang maka digunakan kata” trawl” saja. Dari kata “ trawl” lahir kata “trawling” yang berarti kerja melakukan operasi penangkapan ikan dengan trawl, dan kata “trawler” yang berarti kapal yang melakukan trawling.
Jadi yang dimaksud dengan jarring trawl ( trawl net ) disini adalah suatu jaring kantong yang ditarik di belakang kapal ( baca : kapal dalam keadaan berjalan ) menelusuri permukaan dasar perairan untuk menangkap ikan, udang dan jenis demersal lainnya. Jaring ini juga ada yang menyangkut sebagai “jaring tarik dasar”. Stern trawl adalah otter trawl yang cara operasionalnya ( penurunan dan pengangkatan ) jaring dilakukan dari bagian belakang ( buritan ) kapal atau kurang lebih demikian. Penangkapan dengan system stern trawl dapat menggunakan baik satu jarring atau lebih.
2.      Sejarah Alat Tangkap
Jaring trawl yang selanjutnya disingkat dengan “trawl” telah mengalami perkembangan pesat di Indonesia sejak awal pelita I. Trawl sebenarnya sudah lama dikenal di Indonesia sejak sebelum Perang Dunia II walaupun masih dalam bentuk ( tingkat ) percobaan. Percobaan-percobaan tersebut sempat terhenti akibat pecah Perang Dunia II dan baru dilanjutkan sesudah tahun 50-an ( periode setelah proklamasi kemerdekaan ). Penggunaan jaring trawl dalam tingkat percobaan ini semula dipelopori oleh Yayasan Perikanan Laut, suatu unit pelaksana kerja dibawah naungan Jawatan Perikanan Pusat waktu itu. Percobaan ini semula dilakukan oleh YPL Makassar (1952), kemudian dilanjutkan oleh YPL Surabaya.
Menurut sejarahnya asal mula trawl adalah dari laut tengah dan pada abad ke 16 dimasukkan ke Inggris, Belanda, Prancis, Jerman, dan negara Eropa lainnya. Bentuk trawl waktu itu bukanlah seperti bentuk trawl yang dipakai sekarang yang mana sesuai dengan perkembangannya telah banyak mengalami perubahan-perubahan, tapi semacam trawl yang dalam bahasa Belanda disebut schrol net.
3.      Prospektif Alat Tangkap
Perkembangan teknologi menyebabkan kemajuan- kemajuan pada main gear, auxillary gear dan equipment lainny. Pendeteksian letak jaring dalam air sehubungan depth swimming layer pada ikan, horizontal opening dan vertical opening dari mulut jaring, estimate catch yang berada pada cod end sehubungan dengan pertambahan beban tarik pada winch, sudut tali kekang pada otter board sehubungan dengan attack angel, perbandingan panjang dan lebar dari otter board, dan lain-lain perlengkapan. Demikian pula fishing ability dari beberapa trawler yang beroperasi di perbagai perairan di tanah air, double ring shrimp trawler yang beroperasi di perairan kalimantan, irian jaya dan lain-lain sebagainya. Perhitungan recources sehubungan dengan fishing intensity yang akan menyangkut perhitungan- perhitungan yang rumit, konon kabarnya sudah mulai dipikirkan. Semakin banyak segi pandangan, diharapkan perikanan trawl akan sampai pada sesuatu benntukl yang diharapkan.
4.      Konstruksi alat tangkap
A. Warp
Tali yang menghubungkan kapal dengan trawl disebut warp, Nomura (1975), selanjutnya warp ditulis warp. Menurut Fridman (1969) karakteristik penting gerakan trawl di dalam air dipengaruhi oleh kedalaman trawl, jarak antara trawl dan kapal saat towing sepanjang haluan yang ditempuh, dan panjang warp diperkirakan tiga kali panjang dalam perairan.

B. otter board
Otter board dimaksudkan untuk membuka mulut trawl ke arah horizontal (bukaan samping) dengan memanfaatkan resistan hidrolik (hydraulic resistance) terhadap aliran air. Fungsi otter board mirip dengan layang-layang di udara yang menghasilkan dua komponen gaya yaitu gaya angkat (lift) dan hambatan (drag). Demikian juga otter board menghasilkan dua komponen gaya, yaitu sheer dan drag. Sheer (mirip pada layang-layang, lift) akan mendorong otter board ke arah luar garis lunas (centerline) sebaliknya drag (drag force) akan meningkatkan total resistan trawl. Otter board yang baik memiliki sheer yang besar dan drag yang kecil
5.      hasil tangkapan
a.       Hasil tangkapan utama
No.
Nama udang
Nama latin
1
Banana prawn
Panaeus marguensis
2
Tiger prawn
Panaeus monodon
3
Endeavour
Panaeus monocerus
4
Yellow
Metapenaeus lysianassa
5
Black tiger
Panaeus semiculctus
6
Uchiwa
Thenus orientalis

b.      Hasil tangkapan sampingan
No.
Nama hasil tangkapan
Nama Latin
1
Ikan kuro
Eleutheronema Tetradactylum
2
Ikan kurisi
Nemipteridae
3
Ikan kerapu
Epinephelus Species
4
Ikan tenggiri
Scomberomorus Commerson
5
Ikan gulamah
Sciaenidae
6
Ikan layur
Trichiurus Lepturus
7
Ikan Manyung
Arius Thalasinus
8
Ikan Sebelah
Psetudes Erumei
9
Ikan Tenggiri
Scomberomorus Commersoni
10
Ikan Bawal hitam
Parastromateus Niger
11
Cumi batu ( sotong )
Sepia Species
12
Cumi – cumi
Sepioteuthis Sp
13
Belut
Anguila Reiinhardtii


6.      Daerah penangkapan
Didalam alat tangkap trawl yang memiliki syarat-syarat fishing ground, antara lain sebagai berikut:
§  Dasar fishing ground terdiri dari pasir, Lumpur ataupun campuran pasir dan Lumpur.
§  Kecepatan arus pada mid water tidak besar ( dibawah 3 knot ) juga kecepatan arus pasang tidak seberapa besar
§  Kondisi cuaca,laut, ( arus, topan, gelombang, dan lain-lain ) memungkinkan keamanan operasi
§  Perubahan milieu oceanografi terhadap mahluk dasar laut relatif kecil dengan perkataan lain kontinuitas recources dijamin untuk diusahakan terus-menerus
§  Perairan mempunyai daya prokdutifitas yang besar serta recources yang melimpah
Daerah penangkapan udang yang cocok untuk diperairan indonesia adalah di wilayah perairan indonesia bagian timur, yaitu di perairan laut arafura. usaha penangkapan udang di perairan ini berlangsung sejak 1970. Tahun 1984 tingkat pengusahaan udang menunjukan kecenderungan yang tinggi. Tak pelak, kawasan perairan laut Arafura mampu memberikan kontribusi sekitar 30% dari total ekspor Indonesia setiap tahunnya. Bahkan tahun 2001 nilai potensi tangkap lestari mencapai 43 ribu ton udang dan 200 ribu ikan demersal. Dengan dukungan kapal pukat yang beroperasi sekitar 1000 kapal saat ini, tidak mustahil hasil penagkapan ikan desemersal dan udang bisa melampaui angka 300 ribu ton per tahun.
Berdasarkan  hasil riset dan penelitian yang dilakukan Ba-lai Riset Perikanan Laut tahun 2006 berhasil menemukan 228 spesies mewakili 101 famili yang tergolong dalam 10 ke-lompok sumberdaya diantaranya ikan hiu (Shark), ikan pari (Rays), ikan pelagis, ikan demersal, cumi-cumi (Cephalopoda), udang, kepiting, kekerangan (Shell) dan beberapa biota invertebrate. Kelompok ikan demersal merupakan hasil tangkapan paling banyak yang mencapai 58.89 %, kemudian disusul ikan pelagis 11.36 %, kepiting 9,88, udang 7,80 % dan lainnya kurang dari 4 persen.
Kelompok ikan demersal yang tertangkap terdiri dari 135 spesies yang tergolong dalam 61 famili. Hasil tangkapan tersebut didominasi famili ikan petek (Leiognathidae) yang mencapai 19,57% terutama jenis Leiognathidaebindus, kemudian famili ikan tiga waja (Scaidae) sekitar 11.41% terutama jenis Otolithes rubber.
Sedangkan tangkapan kelompok ikan krutase terdiri dari udang (shrimp) dan kepiting (crab). Jenis udang yang tertangkap terdapat 19 species yang mewakli 7 famili dan tangkapan yang tertinggi famili udang Peneidai yang mencapai 86.23 %. Dimana jumlah terbanyak adalah jenis udangMetapenaopsis sp dan Tranchipenaeus asper. Pada kelompok sumber daya kepiting yang ditangkap terdiri dari 11 spesies urutan penangkapan tertinggi yang mencapai 93,35 %.

7.      Alat bantu penangkapan
Pada umumnya kapal-kapal trawl ini digerakkan oleh diesel ataupun steam. Kapal dilengkapi dengan trawl winch, sebagai tenaga penggerak ada yang menggunakan steam engine ( 45-75 HP ) bagi stream trawl dan ada pula yang memakai motor dari 60-90 HP bagi diesel trawl. Winch ini dihubungkan dengan warp, dan untuk mengontrol panjang warp dipasang brake. Besar jaring yang dipakai berbeda-beda, dan untuk menyatakan besar jaring dipakai penunjuk “ panjang dari head rope “ yang biasanya dengan satuan feet atau meter.
8. Teknik Penangkapan
A. kecepatan/lama waktu menarik jaring
adalah ideal jika jaring dapat ditarik dengan kecepatan yang besar, tapi hal ini sukar untuk mencapainya, karena kita dihadapkan pada beberapa hal, antara lain keadaan terbukanya mulut jaring, apakah jaring berada di air sesuai dengan yang dimaksudkan ( bentuk terbukanya ), kekuatan kapal untuk menarik ( HP ), ketahanan air terhadap tahanan Air, resistance yang makin membesar sehubungan dengan catch yang makin bertambah, dan lain sebagainya. Faktor-faktor ini berhubungan antara satu dengan yang lainnya dan masing-masing menghendaki syarat tersendiri.
Pada umumnya jaring ditarik dengan kecepatan 3-4 knot. Kecepatan inipun berhubungan pula dengan swemming speed dari ikan, keadaan dasar laut, arus, angin, gelombang dan lain sebagainya, yang setelah mempertimbangkan factor-faktor ini, kecepatan tarik ditentukan . Lama waktu penarikan di dasarkan kepada pengalaman-pengalaman dan factor yang perlu diperhatikan adalah banyak sedikitnya ikan yang diduga akan tertangkap., pekerjaan di dek, jam kerja crew, dan lain sebagainya. Pada umumnya berkisar sekitar 3-4 jam, dan kadang kala hanya memerlukan waktu 1-2 jam.
B.  Panjang warp
factor yang perlu diperhatikan adalah depth,sifat dasar perairan (pasir, Lumpur), kecepatan tarik. Biasanya panjang warp sekitar 3-4 kali depth. Pada fishing ground yang depthnya sekitar 9M ( depth minimum ). Panjang warp sekitar 6-7 kali depth. Jika dasar laut adalah Lumpur, dikuatirkan jaring akan mengeruk lumpu, maka ada baiknya jika warp diperpendek, sebaliknya bagi dasar laut yang terdiri dari pasir keras (kerikil), adalah baik jika warp diperpanjang.
Pengalaman menunjukkan bahwa pada depth yang sama dari sesuatu Fishing ground adalah lebih baik jika kita menggunakan warp yang agak panjang, daripada menggunakan warp yang terlalu pendek. Hal ini dapat dipikirkan sebagai berikut. bentuk warp pada saat penarikan tidaklah akan lurus, tetapi merupakan suatu garis caternian. Pada setiap titik–titik pada warp akan bekerja gaya- gaya berat pada warp itu sendiri, gaya resistance dari air,gaya tarik dari kapal/ winch, gaya ke samping dari otter boat dan gaya-gaya lainnya.
 
Gambar Skema kedalaman perairan dan panjang tali warp yang di-area
9.      Hal yang mempengaruhi kegagalan tangkapan
Pada saat operasi, dapat terjadi hal-hal yang dapat menggagalkan operasi antara lain:
§  Warp terlalu panjang atau  kecepatan terlalu lambat atau juga hal lain maka jaring akan mengeruk Lumpur
§  Jaring tersangkut pada karang / bangkai kapal
§  Jaring atau tali temali tergulung pada screw
§  Warp putus
§  Otterboat tidak bekerja dengan baik, misalnya terbenam pada lmpur pada waktu permulaan penarikan dilakukan
§  Hilang keseimbangan, misalnya otterboat yang sepihak bergerak ke arah pihak yang lainnya lalu tergulung ke jarring
§  Ubur-ubur, kerang-kerangan dan lain-lain penuh masuk ke dalam jaring, hingga cod end tak mungkin diisi ikan lagi.