ALAT TANGKAP
TRAWL
Kata “ trawl “ berasal dari bahasa prancis “ troler “
dari kata “ trailing “ adalah dalam bahasa inggris, mempunyai arti yang
bersamaan, dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan kata “tarik “
ataupun “mengelilingi seraya menarik “. Ada yang menterjemahkan “trawl” dengan
“jaring tarik” , tapi karena hampir semua jarring dalam operasinya mengalami
perlakuan tarik ataupun ditarik , maka selama belum ada ketentuan resmi
mengenai peristilahan dari yang berwenang maka digunakan kata” trawl” saja.
Dari kata “ trawl” lahir kata “trawling” yang berarti kerja melakukan operasi
penangkapan ikan dengan trawl, dan kata “trawler” yang berarti kapal yang
melakukan trawling.
Jadi yang dimaksud dengan jarring trawl ( trawl net ) disini adalah suatu
jaring kantong yang ditarik di belakang kapal ( baca : kapal dalam keadaan
berjalan ) menelusuri permukaan dasar perairan untuk menangkap ikan, udang dan
jenis demersal lainnya. Jaring ini juga ada yang menyangkut sebagai “jaring
tarik dasar”. Stern trawl adalah otter trawl yang cara operasionalnya (
penurunan dan pengangkatan ) jaring dilakukan dari bagian belakang ( buritan )
kapal atau kurang lebih demikian. Penangkapan dengan system stern trawl dapat
menggunakan baik satu jarring atau lebih.
2.
Sejarah Alat Tangkap
Jaring trawl yang selanjutnya disingkat dengan “trawl” telah mengalami
perkembangan pesat di Indonesia sejak awal pelita I. Trawl sebenarnya sudah
lama dikenal di Indonesia sejak sebelum Perang Dunia II walaupun masih dalam
bentuk ( tingkat ) percobaan. Percobaan-percobaan tersebut sempat terhenti
akibat pecah Perang Dunia II dan baru dilanjutkan sesudah tahun 50-an ( periode
setelah proklamasi kemerdekaan ). Penggunaan jaring trawl dalam tingkat
percobaan ini semula dipelopori oleh Yayasan Perikanan Laut, suatu unit
pelaksana kerja dibawah naungan Jawatan Perikanan Pusat waktu itu. Percobaan
ini semula dilakukan oleh YPL Makassar (1952), kemudian dilanjutkan oleh YPL
Surabaya.
Menurut sejarahnya asal mula trawl adalah dari laut tengah dan pada abad ke
16 dimasukkan ke Inggris, Belanda, Prancis, Jerman, dan negara Eropa lainnya.
Bentuk trawl waktu itu bukanlah seperti bentuk trawl yang dipakai sekarang yang
mana sesuai dengan perkembangannya telah banyak mengalami perubahan-perubahan,
tapi semacam trawl yang dalam bahasa Belanda disebut schrol net.
3.
Prospektif Alat Tangkap
Perkembangan teknologi menyebabkan kemajuan- kemajuan pada main gear,
auxillary gear dan equipment lainny. Pendeteksian letak jaring dalam air
sehubungan depth swimming layer pada ikan, horizontal opening dan vertical
opening dari mulut jaring, estimate catch yang berada pada cod end sehubungan
dengan pertambahan beban tarik pada winch, sudut tali kekang pada otter board
sehubungan dengan attack angel, perbandingan panjang dan lebar dari otter
board, dan lain-lain perlengkapan. Demikian pula fishing ability dari beberapa
trawler yang beroperasi di perbagai perairan di tanah air, double ring shrimp
trawler yang beroperasi di perairan kalimantan, irian jaya dan lain-lain
sebagainya. Perhitungan recources sehubungan dengan fishing intensity yang akan
menyangkut perhitungan- perhitungan yang rumit, konon kabarnya sudah mulai
dipikirkan. Semakin banyak segi pandangan, diharapkan perikanan trawl akan
sampai pada sesuatu benntukl yang diharapkan.
4. Konstruksi alat tangkap
A. Warp
A. Warp
Tali yang
menghubungkan kapal dengan trawl disebut warp, Nomura (1975), selanjutnya warp
ditulis warp. Menurut Fridman (1969) karakteristik penting gerakan trawl di
dalam air dipengaruhi oleh kedalaman trawl, jarak antara trawl dan kapal saat
towing sepanjang haluan yang ditempuh, dan panjang warp diperkirakan tiga kali
panjang dalam perairan.
B. otter board
Otter board dimaksudkan untuk membuka mulut trawl ke arah
horizontal (bukaan samping) dengan memanfaatkan resistan hidrolik (hydraulic
resistance) terhadap aliran air. Fungsi otter board mirip dengan layang-layang
di udara yang menghasilkan dua komponen gaya yaitu gaya angkat (lift) dan
hambatan (drag). Demikian juga otter board menghasilkan dua komponen gaya,
yaitu sheer dan drag. Sheer (mirip pada layang-layang, lift) akan mendorong
otter board ke arah luar garis lunas (centerline) sebaliknya drag (drag force)
akan meningkatkan total resistan trawl. Otter board yang baik memiliki sheer
yang besar dan drag yang kecil
5. hasil
tangkapan
a.
Hasil tangkapan utama
No.
|
Nama udang
|
Nama latin
|
1
|
Banana prawn
|
Panaeus
marguensis
|
2
|
Tiger prawn
|
Panaeus monodon
|
3
|
Endeavour
|
Panaeus monocerus
|
4
|
Yellow
|
Metapenaeus
lysianassa
|
5
|
Black tiger
|
Panaeus
semiculctus
|
6
|
Uchiwa
|
Thenus orientalis
|
b.
Hasil tangkapan sampingan
No.
|
Nama hasil
tangkapan
|
Nama Latin
|
1
|
Ikan kuro
|
Eleutheronema
Tetradactylum
|
2
|
Ikan kurisi
|
Nemipteridae
|
3
|
Ikan kerapu
|
Epinephelus
Species
|
4
|
Ikan tenggiri
|
Scomberomorus
Commerson
|
5
|
Ikan gulamah
|
Sciaenidae
|
6
|
Ikan layur
|
Trichiurus
Lepturus
|
7
|
Ikan Manyung
|
Arius Thalasinus
|
8
|
Ikan Sebelah
|
Psetudes Erumei
|
9
|
Ikan Tenggiri
|
Scomberomorus
Commersoni
|
10
|
Ikan Bawal hitam
|
Parastromateus
Niger
|
11
|
Cumi batu ( sotong )
|
Sepia Species
|
12
|
Cumi – cumi
|
Sepioteuthis Sp
|
13
|
Belut
|
Anguila
Reiinhardtii
|
6. Daerah
penangkapan
Didalam alat tangkap trawl yang memiliki syarat-syarat fishing ground,
antara lain sebagai berikut:
§ Dasar fishing ground terdiri dari
pasir, Lumpur ataupun campuran pasir dan Lumpur.
§ Kecepatan arus pada mid water tidak
besar ( dibawah 3 knot ) juga kecepatan arus pasang tidak seberapa besar
§ Kondisi cuaca,laut, ( arus, topan,
gelombang, dan lain-lain ) memungkinkan keamanan operasi
§ Perubahan milieu oceanografi
terhadap mahluk dasar laut relatif kecil dengan perkataan lain kontinuitas recources
dijamin untuk diusahakan terus-menerus
§ Perairan mempunyai daya
prokdutifitas yang besar serta recources yang melimpah
Daerah penangkapan udang yang cocok untuk diperairan indonesia adalah di
wilayah perairan indonesia bagian timur, yaitu di perairan laut arafura. usaha
penangkapan udang di perairan ini berlangsung sejak 1970. Tahun 1984 tingkat
pengusahaan udang menunjukan kecenderungan yang tinggi. Tak pelak, kawasan
perairan laut Arafura mampu memberikan kontribusi sekitar 30% dari total ekspor
Indonesia setiap tahunnya. Bahkan tahun 2001 nilai potensi tangkap lestari
mencapai 43 ribu ton udang dan 200 ribu ikan demersal. Dengan dukungan kapal
pukat yang beroperasi sekitar 1000 kapal saat ini, tidak mustahil hasil
penagkapan ikan desemersal dan udang bisa melampaui angka 300 ribu ton per
tahun.
Berdasarkan hasil riset dan
penelitian yang dilakukan Ba-lai Riset Perikanan Laut tahun 2006 berhasil
menemukan 228 spesies mewakili 101 famili yang tergolong dalam 10 ke-lompok
sumberdaya diantaranya ikan hiu (Shark),
ikan pari (Rays), ikan
pelagis, ikan demersal, cumi-cumi (Cephalopoda), udang, kepiting, kekerangan (Shell) dan beberapa biota invertebrate.
Kelompok ikan demersal merupakan hasil tangkapan paling banyak yang mencapai
58.89 %, kemudian disusul ikan pelagis 11.36 %, kepiting 9,88, udang 7,80 % dan
lainnya kurang dari 4 persen.
Kelompok ikan demersal yang tertangkap terdiri dari 135 spesies yang
tergolong dalam 61 famili. Hasil tangkapan tersebut didominasi famili ikan
petek (Leiognathidae) yang mencapai 19,57% terutama jenis Leiognathidaebindus, kemudian
famili ikan tiga waja (Scaidae) sekitar 11.41% terutama jenis Otolithes rubber.
Sedangkan tangkapan kelompok ikan krutase terdiri dari udang (shrimp) dan kepiting (crab). Jenis udang yang tertangkap
terdapat 19 species yang mewakli 7 famili dan tangkapan yang tertinggi famili
udang Peneidai yang mencapai 86.23 %. Dimana jumlah terbanyak adalah jenis
udangMetapenaopsis sp dan Tranchipenaeus asper. Pada kelompok sumber daya kepiting
yang ditangkap terdiri dari 11 spesies urutan penangkapan tertinggi yang
mencapai 93,35 %.
7. Alat bantu
penangkapan
Pada umumnya kapal-kapal trawl ini digerakkan oleh diesel ataupun steam.
Kapal dilengkapi dengan trawl winch, sebagai tenaga penggerak ada yang menggunakan
steam engine ( 45-75 HP ) bagi stream trawl dan ada pula yang memakai motor
dari 60-90 HP bagi diesel trawl. Winch ini dihubungkan dengan warp, dan untuk
mengontrol panjang warp dipasang brake. Besar jaring yang dipakai berbeda-beda,
dan untuk menyatakan besar jaring dipakai penunjuk “ panjang dari head rope “
yang biasanya dengan satuan feet atau meter.
8. Teknik
Penangkapan
A. kecepatan/lama
waktu menarik jaring
adalah ideal jika
jaring dapat ditarik dengan kecepatan yang besar, tapi hal ini sukar untuk
mencapainya, karena kita dihadapkan pada beberapa hal, antara lain keadaan
terbukanya mulut jaring, apakah jaring berada di air sesuai dengan yang
dimaksudkan ( bentuk terbukanya ), kekuatan kapal untuk menarik ( HP ),
ketahanan air terhadap tahanan Air, resistance yang makin membesar sehubungan
dengan catch yang makin bertambah, dan lain sebagainya. Faktor-faktor ini
berhubungan antara satu dengan yang lainnya dan masing-masing menghendaki
syarat tersendiri.
Pada umumnya jaring ditarik dengan kecepatan 3-4 knot. Kecepatan inipun
berhubungan pula dengan swemming speed dari ikan, keadaan dasar laut, arus, angin, gelombang dan lain sebagainya, yang setelah
mempertimbangkan factor-faktor ini, kecepatan tarik ditentukan . Lama waktu penarikan di dasarkan kepada pengalaman-pengalaman dan factor
yang perlu diperhatikan adalah banyak sedikitnya ikan yang diduga akan
tertangkap., pekerjaan di dek, jam kerja crew, dan lain sebagainya. Pada
umumnya berkisar sekitar 3-4 jam, dan kadang kala hanya memerlukan waktu 1-2
jam.
B. Panjang warp
factor yang perlu diperhatikan
adalah depth,sifat dasar perairan (pasir, Lumpur),
kecepatan tarik. Biasanya panjang warp sekitar 3-4 kali depth.
Pada fishing ground yang depthnya sekitar 9M ( depth minimum ). Panjang warp sekitar 6-7 kali depth. Jika dasar laut adalah Lumpur,
dikuatirkan jaring akan mengeruk lumpu, maka ada baiknya jika
warp diperpendek, sebaliknya bagi dasar laut yang terdiri
dari pasir keras (kerikil), adalah baik jika warp diperpanjang.
Pengalaman menunjukkan bahwa pada depth yang sama dari
sesuatu Fishing ground adalah lebih baik jika kita menggunakan warp yang agak
panjang, daripada menggunakan warp yang terlalu pendek. Hal ini dapat
dipikirkan sebagai berikut. bentuk warp pada saat penarikan tidaklah akan
lurus, tetapi merupakan suatu garis caternian. Pada setiap titik–titik pada
warp akan bekerja gaya- gaya berat pada warp itu sendiri, gaya resistance dari
air,gaya tarik dari kapal/ winch, gaya ke samping dari otter boat dan gaya-gaya
lainnya.
Gambar Skema
kedalaman perairan dan panjang tali warp yang di-area
9.
Hal yang mempengaruhi kegagalan tangkapan
Pada saat operasi, dapat terjadi hal-hal yang dapat menggagalkan operasi
antara lain:
§ Warp terlalu panjang atau kecepatan terlalu lambat atau juga hal lain
maka jaring akan mengeruk Lumpur
§ Jaring tersangkut pada karang /
bangkai kapal
§ Jaring atau tali temali tergulung
pada screw
§ Warp putus
§ Otterboat tidak bekerja dengan baik,
misalnya terbenam pada lmpur pada waktu permulaan penarikan dilakukan
§ Hilang keseimbangan, misalnya
otterboat yang sepihak bergerak ke arah pihak yang lainnya lalu tergulung ke
jarring
§ Ubur-ubur, kerang-kerangan dan
lain-lain penuh masuk ke dalam jaring, hingga cod end tak mungkin diisi ikan
lagi.